Kamis, 22 September 2011

Kau, Hujan


Adalah gemericik air
Memandang melayang menggantungi roma di sekujur dada
Menyeruak epidermi membesak bekas rona biru
Simbol rindu beraroma kemuning, dan kuhisap paling dalam
Bagai candu, terhutang seribu tahun cahaya  jika tak menghirup satu hari
            hujan…
Menjelaskan senyum satu menjadi tiga ribu

Begitu lembut desir angin itu
Mendayu dayu komposisi gerak coriolis
Melengkung dimanisi kulum senyum
Semua berpusing sembarang tak dapat dieja
Hanya bisa menghitung jejak yang kau tinggalkan
Berharap ada satu rintik janggal yang sengaja kau cipta untuk disimpan
Sedalam dalamnya rasa yang diartikan ‘harapan’
            hujan…
Fenomena Tuhan yang berlalu tanpa banyak meminta

Tapi gemuruhnya yang selalu kunantikan!
Semburat bersahutan membangun formasi  Fidelio
Memainkan tangga Overture Leonore-Beethoven
Penyimak dalam teater tubuhku terbuai alunan harmonis, terhipnotis
Jika ada satu bagian tak sadarkan diri, itulah hati
            hujan…
Melodi yang harus kupelajari

Untukmu hujan, kukatakan padamu
Aku selalu ingin menjadi pelangi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar